Johannesburg (ANTARA/Reuters) - Afrika Selatan bisa menjadi korban serangan teroris saat menjadi tuan rumah Piala Dunia yang akan dibuka kurang dari dua pekan lagi, demikian diberitakan surat kabar Sunday Times yang mengutip dari berbagai laporan investigasi.
Pengakuan seorang bernama Abdullah Azzam al-Qahtani (diduga pendukung Al Qaeda) yang ditangkap di Irak baru-baru ini mengatakan bahwa ia merencanakan serangan terhadap tim Belanda dan Denmark. Pengakuan ini kontan menimbulkan perdebatan tentang apakah turnamen Piala Dunia tahun ini benar-benar menghadapi ancaman terorisme.
Perkataan Qahtani itu segera dibantah pemerintah Afrika Selatan.
Pejabat Afrika Selatan mengatakan status Afsel sebagai anggota Gerakan Non Blok serta kurangnya dukungan masyarakat lokal terhadap kelompok-kelompok gerilyawan akan menjauhkan Afsel dari serangan terorisme.
Pemerintah Afsel juga bekerjasama dengan FIFA, badan-badan keamanan asing serta Interpol untuk membantu memperkuat pandangan bahwa tidak ada ancaman terhadap penyelenggaraan Piala Dunia 2010.
Namun, analis dan pakar keamanan percaya bahwa kemungkinan serangan terorisme tidak bisa dikesampingkan.
Sebuah koran nasional di Johannesburg menuliskan Ronald Sandee, direktur Yayasan NEFA, yang menyelidiki kegiatan teroris di dunia mengatakan pada anggota Kongres AS yang tergabung dalam kaukus penanggulangan terorisme bahwa ada ancaman teror terhadap penyelenggaraan Piala Dunia 2010.
Sandee memperingatkan bahwa gerilyawan asal Pakistan dan Somalia sedang melatih anggotanya di daerah sebelah utara Mozambik dan peserta pelatihan itu mungkin sedang menuju ke Afsel untuk merencanakan berbagai kemungkinan melakukan serangan.
"Saya percaya 80 persen akan ada serangan. Beberapa informasi yang saya himpun mengatakan bahwa beberapa stadion di Afsel akan menjadi sasaran teror baik secara bersamaan ataupun secara acak. Juga ada kemungkinan serangan bunuh diri," katanya seperti dikutip koran nasional tersebut.
Bantahan
Sandee dalam membuat teorinya tentang kemungkinan serangan di Afsel saat Piala Dunia berlangsung mengatakan dirinya mendapat informasi dari berbagai sumber seperti siaran radio frekuensi tertutup serta percakapan telepon yang disadapnya dari Mauritania, Aljazair, Mali, Pakistan, dan Yaman.
Namun, polisi menolak teori Sandee itu.
"Saya tidak tahu dari mana dia mendapatkan informasi seperti itu. Kami yakinkan sekali lagi kami memiliki rencana dan strategi yang berjalan sesuai dengan rencana," kata Inspektur Polisi Senior Afsel Vish Naidoo kata.
"Kami selalu mengadakan pertemuan dengan intelijen setiap hari dan tidak ada sedikitpun kesimpulan yang dibuat mendekati apa yang diberitakan oleh koran Sunday Times," katanya.
Ditanya komentarnya mengenai koran Sunday Times yang mengaku mendapat informasi dari orang dalam pemerintahan Afsel yang mengatakan pihak keamanan dan intelijen Afsel telah mendata 40 nama orang-orang yang dicurigai sebagai teroris, Naidoo menolak berkomentar.
Walau Afrika Selatan tidak pernah disebut sebagai salah satu sasaran terorisme dalam beberapa tahun terakhir, beberapa kelompok militan dicurigai telah bermukim di negara ini yang dianggap sebagai tempat aman untuk bersembunyi.
Kritikus mengklaim tindakan korupsi yang meluas di kalangan polisi dan pejabat, termasuk penjual-belian paspor Afrika Selatan bagi orang luar telah merusak upaya pemberantasan terorisme.
Sandee mengatakan pertandingan antara Amerika Serikat dan Inggris pada 12 Juni nanti bisa menjadi salah satu sasaran teror.
Pertandingan yang melibatkan tim Denmark dan Belanda juga diduga akan menjadi sasaran teror karena para gerilyawan ingin membalas dendam atas beberapa penghinaan yang dilakukan terhadap Islam di masa lalu.